Thursday, 24 May 2018

Missio dalam GMIM


A.   Teori Misi
Missiologi berasal dari dalam bahasa Latin mission dan bahasa Yunani logos. Mission berarti pengutusan dengan pesan atau message khusus untuk disampaikan atau tugas khusus untuk dilaksanakan. Logos berarti ilmu atau studi, kata atau wacana, yang dari beberapa pengertian itu diambil kesimpulan bahwa misiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang perutusan/pengutusan maupun penginjilan. Misi dan Penginjilan merupakan suatu tugas yang gereja tanggapi sebagai mandat atau perintah langsung dari Tuhan Yesus dalam rangka peranannya di dunia ini. Alkitab telah banyak memberikan kita catatan-catatan penting tentang bagaimana pergerakan para murid dan gereja mula-mula dalam merespon hal ini. Semua itu dapat dilihat dalam kitab Kisah Para Rasul dan juga kitab-kitab lain dalam Perjanjian Baru, mengenai bagaimana upaya gereja mula-mula merespon Amanat Agung itu. Dalam Matius 28:19-20, Yesus memberikan perintah kepada murid-muridnya. Inilah Amanat Agung, Perintah Agung, yang bukan hanya sekedar ayat agung.
            Sejarah misi Kristen meluas selama sekitar 2.000 tahun, kematian Kristus sampai hari ini, di mana misionaris Kristen bekerja untuk menyebarkan agama Kristen. Dalam rentang waktu sekitar 2.000 tahun, misi Kristen secara dinamis telah mengalami evolusi, pergeseran, dan perubahan yang tidak terlepas dari aneka faktor. Hasil interaksi dengan kebudayaan setempat, interpretasi inovatif terhadap teks, dan gerakan reformis dalam tubuh gereja, kesemuanya memberikan sumbangsih dalam memformulasikan garis misi Kristen. Pada masa formatif Kristen, misi atau ajakan/da'wah Kristiani tidak melampaui batas suatu aktivitas sederhana yang dilakukan oleh kelompok tertentu. Mereka mengajak sesamanya untuk bergabung dalam keluarga besar pengikut Yesus yang pada waktu itu sangat dipengaruhi oleh keyakinan akan hadirnya hari kiamat yang akan ditandai dengan kebangkitan kembali Yesus. Olehnya mereka yang memancarkan misi tidak menaruh perhatian akan program atau kelangsungan hidup institusi gereja. Kekecewaan terhadap ajaran-ajaran yang menyimpang dari Alkitab membuat Marthin Luther mengadakan reformasi dalam tubuh gereja Katolik Roma. · Roma 1:16 memberi kesadaran kepada Marthin Luther dan melahirkan 3 semboyan, sola gratia, sola scripture, sola fide. · Akhirnya gereja Katolik Roma mengusir Marthin Luther dari dalam gereja, sehingga pengikutnya kemudia disebut sebagai kaum reformator. Gereja protestan bertumbuh dengan pesat, bahkan masih terpecah ke dalam beberapa aliran lainnya. Menuju satu Misi yang Relevan · Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menyadarkan manusia bahwa konsep-konsep rasionalisme bukan lagi segala-galanya dan tidak harus melakukan ekspansi dalam menyebarluaskannya. · Skema subjek-objek telah dibaharui, bumi bukanlah sekedar objek tetapi bagian dari manusia yang tidak dapat dipisahkan, sehingga kesadaran ekologis mulai berkembang. · Kesadaran akanpentingnya membangun dialog dengan penganut agama lain menjadi hal yang tidak dapat dikesampingkan. · Gereja bukanlagi bersifat sentifugal tetapi sentrypetal. Misi bukanlagi dari gereja dan untuk gereja, melainkan dari gereja dan untuk umat manusia. · Misi yang dijalankan oleh gereja bukanlah misi gereja, melainkan misi Allah yang dipercayakan kepada gereja, sehingga gereja adalah Alat dan bukan penentu dalam melaksanakan Misi. Proses pelaksanaan Misi tidak boleh serampangan, harus memperhatikan konteks social masyarakat sekitarnya, sehingga tidak lagi tejadi vandalisme teologis.

B.   SEJARAH GMIM
Kata “Masehi” berasal dari bahasa Arab yang sama artinya dengan kata Kristen. Demikian juga dengan kata “Injil” yang berakar pada kata Arab “Injil” yang sepadan artinya dengan kata Yunani “Euanggelion” yang berarti kabar baik. Dalam sejarah gereja, ungkapan “Masehi Injili” sama artinya dengan Protestan. Dengan demikian GMIM adalah persekutuan umat kristiani yang senantiasa mewartakan Injil (kabar baik) sesuai amanat panggilan Yesus Kristus yang adalag Kabar Baik itu sendiri. Kata “di” dalam Gereja Masehi Injili di Minahasa digunakan sejak berdiri sendiri pada tanggal 30 September 1934. Kata “di” dalam nama GMIM menunjuk pada nama diri dari organisasi gereja ini. GMIM merupakan hasil dari Pekabaran Injil di Tanah Minahasa. Oleh karena Injil telah melekat di dalam GMIM, maka GMIM bertugas memberitakan Injil ke seluruh dunia karena memiliki karakteristik esa, kudus, am, rasuli, dan universal. GMIM meluas secara geografis dan terbuka bagi orang-orang percaya dari berbagai latar belakang sosial budaya untuk menjadi anggota di salah satu jemaat GMIM. Gereja Masehi Injili di Minahasa ialah penjelmaan yang keesaan seluruh anggota Gereja yang tersusun atas Jemaat, Wilayah dan Sinode.[1]
Gereja Masehi Injili di Minahasa (disingkat GMIM) adalah salah satu kelompok gereja Protestan di Indonesia yang beraliran Calvinisme. GMIM didirikan di Minahasa, Sulawesi Utara pada tahun 1934 setelah dipisahkan dari gereja induknya, "Indische Kerk" (yang sekarang menjadi Gereja Protestan di Indonesia/GPI) dan pada tanggal 30 September 1934 GMIM dinyatakan sebagai Gereja mandiri. Tanggal ini diperingati sebagai hari jadi GMIM. Kekristenan mulai diperkenalkan di tanah Minahasa oleh dua misionaris Jerman yang dididik di Belanda, yaitu Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz, yang diutus oleh Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), badan pekabaran Injil asal Belanda. Pada tanggal 12 Juni 1831 mereka tiba di daerah ini untuk memberitakan Injil. Tanggal ini diperingati oleh GMIM sebagai Hari Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Tanah Minahasa.
GMIM adalah bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI). Diproklamasikan sebagai gereja yang mandiri pada 30 September 1934, dan selama delapan tahun pertama dipimpin oleh para pendeta Belanda, seperti: Pdt. Dr. E. A. A. de Vreede. Kemudian, sejak tahun 1945 kepemimpin diemban oleh pendeta pribumi dengan terpilihnya Ds. A. Z. R. Wenas sebagai pimpinan gereja.  Pada tahun 2005 GMIM mempunyai sekitar 900 pendeta, 65% di antaranya adalah perempuan, yang melayani 818 gereja lokal, yang dibagi ke dalam 101 wilayah, dengan sekitar 1.050.000 anggota. GMIM adalah gereja anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (sejak tanggal 25 Mei 1950),[1] Dewan Gereja-gereja Asia, Dewan Gereja-gereja se-Dunia dan Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia.[5] Selain itu, GMIM juga merupakan bagian dari Gereja Protestan di Indonesia dan anggota dari Sinode Am Gereja-gereja di Suluttenggo (SAG), yang terdiri atas Gereja-gereja di Sulawesi Utara, Tengah, dan Gorontalo.
Kepimpinan GMIM dijalankan oleh Badan Pekerja Sinode yang dipimpin oleh seorang ketua. Ketua Sinode GMIM sejak berdirinya:
1.      Dr. E.A.A. de Vreede (1934–1935)
2.      Ds. C.D. Buenk (1935–1937)
3.      Ds. H.H. van Herwerden (1937–1941)
4.      Ds. J.P. Locher (1941–1942)
5.      Ds. A.Z.R. Wenas (1942–1952)
6.      Ds. M. Sondakh (1951–1954)
7.      Ds. A.Z.R. Wenas (1955–1968)
8.      Ds. R.M. Luntungan (1968–1979)
9.      Pdt. Prof. Dr. W.A. Roeroe (1979–1990)
10.  Pdt. K.H. Rondo, M.Th (1990–1995)
11.  Pdt. Prof. Dr. W.A. Roeroe (1995–2000)
12.  Pdt. Dr. A.F. Parengkuan (2000 – 2004)
13.  Pdt. Dr. A.O. Supit (2005–2009)
14.  Pdt. P.M. Tampi, M.Si (2010–2014)
15.  Pdt. Dr. H.W.B. Sumakul, (2015-2019)[2]


GMIM yang Kudus.
Gereja, secara khusus GMIM dipahami sebagai persekutuan orang-orang  kudus yang telah  dibenarkan dan  ditebus oleh Yesus Kristus ( 1 Korintus 1:30).  Hal ini menjadi  pengakuan gereja sepanjang masa sebagaimana   termuat dalam pengakuan Iman Nicea Konstantinopel yang mengungkapkan:  “Aku percaya satu gereja yang Kudus dan, Am dan Rasuli”.  Apa artinya kata kudus itu?  Kata kudus dalam Alkitab berasal dari kata kata Qadosh ( Ibrani) yang berarti =  disendirikan, dipisahkan, dikhususkan. Dalam bahasa Yunani disebut hagios  yang berarti suatu pemisahan. Dengan demikian orang-orang yang kudus adalah orang-orang yang dipisahkan , dikuduskan, dikhususkan di dalam Kristus dan yang menikmati keselamatan   daripada-Nya.  Persekutuan orang-orang kudus, berarti persekutuan orang-orang yang memiliki kekhususan, perbedaan dengan orang lain, yakni orang-orang yang sungguh sungguh hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, namun yang tetap berada di tengah dunia dan terus memberitakan tentang Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat  kepada banyak orang.
Gereja adalah kudus  oleh sebab Allah  memandang kepada kita di dalam Kristus, artinya sebagai manusia yang dosanya telah ditebus oleh kematian  serta kebangkitan Kristus. Gereja itu kudus sebab ia dikuduskan oleh  Allah yang  telah memberikan Yesus Kristus menjadi  Kepala  Gereja. Kita mengaku bahwa  Gereja itu kudus dalam memandang dan percaya kepada Yesus Kristus, yang telah menguduskan milik-Nya.

GMIM yang Am
Kata Am berarti umum, universal, berasal dari  bahasa Latin:  catholicam . Hal ini mau mengatakan bahwa keberadaan gereja tidaklah dibatasi oleh ruang, tempat dan waktu.  Gereja itu adalah am, karena pekerjaan Yesus Kristus yang merupakan Kepalanya dan bahwasannya  Kristus adalah juruselamat untuk dunia dan seluruh umat manusia.  Gereja dihadirkan Tuhan di tengah-dunia ini tanpa dibatasi dengan waktu, tempat, suku, ras,  strata sosial, dsb . Dengan demikian  keanggotaan GMIM tidak hanya dibatasi pada  orang dari suku-suku tertentu , tetapi terbuka bagi siapa saja. Dengan mengingat sifat  gereja yang am itu, maka  GMIM-pun menyadari bahwa  perlu diadakan hubungan  kerjasama dengan gereja-gereja seazas  dan gereja-gereja lain baik yang ada di tingkat lokal, regional, nasional  dan Internasional, demi mewujudkan keesaan gereja.

GMIM yang Rasuli
Kata rasuli  berarti bersifat kerasulan.  Kata Rasul  dalam bahasa Yunani disebut apostolos(utusan). Kata apostolos, berasal dari kata kerja apostello, yang berarti : mengutus dengan  tujuan khusus. Dengan demikian dipahami bahwa Gereja diutus ke dalam dunia untuk tugas khusus untuk memberitakan tentang keselamatan di dalam Kristus.   Gereja mengemban tugas-tugas kerasulan ( apostolat) yaitu untuk mewartakan Injil kepada segala mahluk ( Markus 16: 15), sambil terus   memperjuangkan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan  bagi banyak orang.



MISI
1.               Meningkatkan spiritualitas beriman warga gereja dalam kehidupan sehari-hari
2.               Meningkatkan keesaan dengan gereja-gereja di Indonesia dan di seluruh dunia
3.               Meningkatkan pelayanan misi dan diakonia yang holistik bagi keadilan, perdamaian dan kesejahteraan sosial yang menjamin keberlangsungan keutuhan ciptaan.
4.               Meningkatkan kapasitas kelembagaan GMIM
TUJUAN
1.               Mencapai tingkat spiritualitas beriman warga gereja yang mampu mewujudkan pola hidup Yesus Kristus dalam semua bidang kehidupan.
2.               Mencapai kualitas komunikasi dan kerjasama gereja-gereja yang saling mengakui dan menerima untuk mewujudkan gereja yang esa di seluruh dunia.
3.               Memperluas jangkauan pemberitaan Injil kepada segala makhluk (dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup).
4.               Memperluas upaya-upaya diakonal untuk mencapai keadilan, perdamaian, kesejahteraan dan keutuhan ciptaan.
5.               Mencapai GMIM yang mandiri dalam teologi sumber daya dan dana.
( Sumberdaya : alam, manusia, manajerial dan dana).
ARTI LAMBANG GMIM
1.      Burung Manguni melambangkan ”Gereja di tanah Minahasa”.
2.      Warna coklat tua pada gambar burung Manguni melambangkan dewasa dan mandiri, yang mencirikan kehidupan berjemaat dalam GMIM.
3.      Mawar yang ditempatkan di jantung burung manguni melambangkan Reformasi. Simbol ini melambangkan Yesus Kristus sebagai Pokok Pembaharu Gereja dan telah digunakan dalam Gereja Reformasi sejak abad ke-16.
4.      Bulatan berwarna biru di dada melambangkan bahwa sebagai Gereja, GMIM diutus ke dalam dunia, sedangkan warna hitam pada salib di tengah hati (jantung) berwarna merah melambangkan pengorbanan Kristus yang menjiwai persekutuan, kesaksian dan pelayanan GMIM.
5.      Warna biru laut melambangkan bahwa GMIM akan tetap menghadapi pergumulan kecil dan besar, sedangkan warna putih melambangkan kekudusan dan kebenaran Injil Yesus Kristus.
6.      Bulan September dalam mana GMIM berdiri sendiri dilambangkan pada sembilan helai sayap luar. Tanggal peresmian 30 tergambar pada lima kelopak daun dan ujung meruncing yang melingkar jantung. Sedangkan tahun 1934 adalah jumlah keseluruhan helai sayap.
7.      Pada bagian ekor terdapat masing-masing sepuluh ranting yang menggambarkan keadaan sepuluh wilayah pelayanan GMIM di saat berdiri sendiri, yang terdiri dari sepuluh klasis dan tetap akan berkembang.
Klasis-klasis itu adalah: Manado, Maumbi, Tomohon, Tondano, Langowan, Sonder, Ratahan, Amurang, Motoling, Airmadidi dan Manado Kota.
8.      Keenam ujung tombak yang mengarah ke bawah melambangkan keenam distrik di Minahasa pada waktu GMIM berdiri sendiri, yakni distrik-distrik:
Tonsea, Manado, Toulour, Kawangkoan, Amurang, Ratahan dalam mana pelayanan GMIM dijalankan.
9.      Tulisan Gereja Masehi Injili di Minahasa, menyatakan bahwa GMIM berada di tanah Minahasa, di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di seluruh dunia. Warna hitam pada tulisan itu menyatakan solidaritas sampai akhir.[3]

C.   Paradigma Misi menurut GMIM
Dalam Buku Tata Gereja 2016, GMIM mengaku bahwa Tuhan Allah adalah Esa: Bapa Pencipta alam semesta yang menyatakan diri dalam AnakNya Yesus Kristus sebagai Juruselamat, Kepala Gereja dan Tuhan dunia yang dalam Roh Kudus menuntun, membaharui dan menggenapi segala sesuatu sesuai dengan kesaksian Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Aggota GMIM dipanggil untuk bersekutu, bersaksi, melayani dan membaharui. GMIM juga terpanggil untuk mengelola segenap anugerah dan karunia Tuhan Allah dalam segala bentuk. [4]  Dan dalam Gereja ataupun Jemaat tentunya mempunyai misi sendiri yang terdiri dari:
1.      Koinonia (Bersekutu)  : Merupakan tugas pertama gereja sebagai tempat persekutuan umat Tuhan dengan sikap saling berbagi dan mengasihi satu sama lain, diantaranya:
Ø  Ibadah Kolom, BIPRA, Fungsional Lansia
Ø  Ibadah Minggu Sengsara
Ø  Ibadah Minggu Advent
Ø  Ibadah Natal dan Tahun Baru
Ø  Baptisan Kudus
Ø  Hut GMIM, Hut Jemaat, Hut Pekabaran Injil
Ø  Pentakosta
Ø  Jumat Agung
Ø  Retreat
Ø  Penelaah Alkitab
2.      Marturia (Bersaksi)     : Merupakan tugas gereja yang selanjutnya untuk menjadi saksi bagi karya penyelamatan Allah terhadap manusia yang berdosa supaya kabar baik dapat disampaikan kepada semua orang, diantaranya:
Ø  Pertukaran Mimbar
Ø  Perkunjungan Pastoral
Ø  Ibadah Hari Ulang Tahun
3.      Diakonia (Melayani)   : Merupakan tugas gereja untuk melayani siapapun dan kapanpun yang ingin datang kepada Tuhan Allah. Gereja harus memberikan teladan untuk melayani, karena Tuhan Yesus sebelumnya sudah melayani kita terlebih dahulu, diantaranya:
Ø  Pelayanan Orang Sakit
Ø  Pelayanan untuk orang yang berduka
Ø  Bantuan bagi orang miskin
Ø  Bantuan bagi korban bencana alam

D.    Pandangan Pribadi terhadap Program Jemaat
            Jadi, menurut saya Program misi dalam jemaat ini sangatlah bagus, karena ini merupakan bagian dari Tri Tugas Gereja dan merupakan misi dari pelayanan gereja itu sendiri. Dengan adanya program ini, para jemaat bisa berpegang teguh dalam kepercayaan iman serta pengharapan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, Koinonia merupakan tempat persekutuan umat Tuhan. Gereja sebagai Koinonia adalah Tubuh Kristus, di dalam tubuh Kristus semua orang menjadi satu, dan satu di dalam semua oleh Kristus ( 1 Kor 12:26). Dalam persekutuan Koinonia ini, ibadah berperan untuk merefleksikan kekudusan persekutuan atau ibadah menjadi tempat untuk menyampaikan rasa ucapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan Allah atas segala berkat yang telah diberikan. Dengan pemahaman Firman Tuhan dan Penghayatan iman yang benar setiap orang sadar akan dirinya sebagai bagian integral gereja yang memiliki panggilan untuk mendukung misi gereja. Marturia, kita dipanggil oleh Tuhan Yesus secara pribadi maupun persekutuan karena untuk melaksanakan misi Tuhan dibumi untuk bersaksi. Kita percaya bahwa Tuhan Allah datang kedunia ini untuk menyelamatkan kita dan dunia, itulah sebabnya tugas gereja ini harus dilakukan secara Pribadi maupun Kelompok. Diakonia, pelayanan Diakonia ini sering dipahami hanya sebatas konsep saja atau hanya membantu para janda, yatim piatu, dll. Gereja dalam pelayanan diakonia harus ada upaya pemahaman akar penyebab keprihatinan sosial.



[1] Badan Pekerja Majelis Sinode, Tata Gereja 2016, (Tomohon: Badan Pekerja Majelis Sinode, 20116), hal 3
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Masehi_Injili_di_Minahasa Diakses pada tanggal 11 Desember 2017 Jam 19:40
[3] https://www.gmim.or.id/lambang-gmim/ Diakses pada tanggal 11 Desember 2017 Jam 19:36
[4] Badan Pekerja Majelis Sinode, Tata Gereja 2016, (Tomohon: Badan Pekerja Majelis Sinode, 20116), hal 3-5