Pandangan Ayub
Penderitaan itu datangnya atas seizin Allah. Dia percaya segala sesuatu yang baik maupun penderitaan itu datangnya dari Allah. Misalnya dalam Ayub 1:21 dan Ayub 2:10 dia mengatakan bukan hanya yang baik yang datang dari Allah, tetapi juga yang buruk (yang buruk dalam konteks penderitaan).
Kehidupan manusia adalah suatu pergumulan. Dalam pasal 6-10 Ayub mengungkapkan pendapatnya tentang hakekat hidup manusia. Manusia hidup dalam berbagai pergumulan, hidupnya penuh dengan kesusahan. Manusia membutuhkan tempat perlindungan. Dalam bagian kitab ini juga Ayub mengungkapkan keputusasaanya menghadapi pergumulannya, sehingga dia mengatakan kalau bisa secepatnya mati (7:15).
Ada maksud Allah dalam penderitaan yang dialaminya. Pernyataan Ayub dalam pasal 9-10,11-17 mengemukakan pendapatnya tentang makna penderitaan itu sekaligus juga mengungkapkan pembenaran dirinya. Di satu sisi dia yakin bahwa hikmat Allah tidak terbatas. Sehingga sesuatu yang terjadi itu, termasuk penderitaannya ada dalam rancangan hikmat Allah. Dan ada tujuan Allah mengizinkan penderitaan itu datang padanya.
Namun di sisi lain Ayub membela diri, dengan argumen bahwa dia tidak bersalah apa-apa. Khususnya pada pasal 13 merupakan pembelaan dirinya, dengan bertanya mengapa dia harus dihukum seperti itu? Puncaknya adalah pada pasal 31 Ayub menyatakan ketidak bersalahannya dihadapan Allah, dan dia minta jawaban dari Allah mengapa menderita (31:35) “hendaklah yang Mahakuasa menjawab aku”.
Allah akan menolong dan membebaskan manusia dari penderitaannya. Pemikiran ini di ungkapkan Ayub pada pasal 19:25-27. Bahwa pada akhirnya Allah sendiri akan bangkit untuk menolongnya dari kesengsaraannya.
Pandangan Elihu
Dalam penderitaan Ayub, ketiga teman Ayub memberikan pendapatnya lebih dahulu. Elihu menyadari bahwa usianya yang muda tidak memungkinkan ia berbicara lebih dahulu. Ia menahan diri untuk berbicara sampai Elifas, Bildad, dan Zofar selesai berbicara.
Walapun ia terlihat sabar dalam menunggu kesempatan untuk berbicara, Elihu adalah seorang yang memiliki sifat pemarah. Ia mengikuti pembicaraan antara Ayub dan ketiga temannya dari dekat sambil menahan amarah. Dalam Kitab Ayub 32:19, Elihu marah karena ia merasa tidak puas dengan pembicaraan antara Ayub dengan ketiga temannya.
Ia merasa tidak puas karena ia merasa ketiga teman Ayub tidak menyentuh permasalahan mendasar dari penderitaan yang dialami oleh Ayub. Ia kemudian menuang seluruh isi pikirannya saat Ayub dan ketiga temannya selesai bicara. Elihu memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan menghukum orang-orang yang berdosa. Elihu juga percaya bahwa Tuhan akan mengampuni setiap orang yang mengakui dosa-dosanya dan berbalik kepada Tuhan.
Hal ini adalah kepercayaan yang fundamental dari Elihu. Akan tetapi, pendapat Elihu tetap mempunyai keunikan tersendiri yang membuat pendapatnya berbeda dengan ketiga temannya. Pemahaman teologi Elihu dapat ditemukan dalam Kitab Ayub 32-37.
Elihu berbicara tentang penderitaan kepada Ayub. Bagi Elihu, penderitaan adalah satu cara Tuhan berkomunikasi dengan manusia. Tuhan hendak mendidik manusia melalui penderitaan. Elihu juga memahami bahwa penderitaan tidak lepas dari dosa. Elihu meyakini tradisi kutuk berkat.
Dalam Perjanjian Lama, tradisi kutuk berkat adalah pemahaman bahwa Tuhan menghukum orang fasik dan memberkati orang yang benar. Dalam pemahaman ini, penderitaan adalah bagian dari kutukan. Namun, penderitaan yang dialami Ayub adalah penderitaan yang berbeda.
Ayub tidak berdosa dan ia setia terhadap Tuhan. Tidak sedetik pun ia berpaling dari Tuhan. Seharusnya Ayub terhindar dari penderitaan. Elihu menyadari bahwa Ayub tidak berdosa dan saat yang sama Elihu yakin bahwa manusia terbatas untuk mengetahui rencana Tuhan. Alasan ini membantu kita memahami mengapa Elihu melihat penderitaan sebagai cara Tuhan berkomunikas
Pandangan Elifas
Elifas memandang bahwa kebenaran selalu menghasilkan kemakmuran sedangkan kejahatan senantiasa mendatangkan malapetaka, ini mempunyai hubungan langsung antara dosa dan penderitaan. Maksudnya bahwa kaidanya tentang dosa dan penderitaan berlaku secara merata.
Elifas menyebutkan kematian sebagai malapetaka yang buruk yang dapat menimpa orang yang tidak beriman, karena dalam Ayub 3:21 ia menantikan maut atau kematian. Jadi penderitaan yang Ayub alami disebabkan oleh dosa Ayub dan keluarganya. Elifas juga berpendapat bahwa penderitaan yang Ayub alami itu merupakan suatu teguran yang Allah berikan kepadanya