LATAR BELAKANG KITAB
1. Penulis
Inti dari kitab
ini adalah puisi yang disusun bagaikan sebuah permata. Ayub tergolong jenis
sastra Hikmat. Kitab ini tidak menyebut nama penulis. Pengarang Kitab Ayub bersembunyi
tanpa nama di belakang karyanya. Namun dilihat dari isi kitab ini, penulis
menguasai kebudayaan dan pengetahuan secara luas dan sangat terampil di bidang
sastra. Rupa-rupanya cerita mengenai Ayub adalah suatu cerita yang kuno,
kemudian seorang penulis memakai cerita ini untuk menjelaskan atau menyampaikan
pikiran-pikirannya. Menurut Blommendaal, Ayub yang terdiri dari empat puluh dua
pasal, ternyata bagian aslinya hanya pada pasal 1 dan pasal 2 dan pasal
42:7-17; sedangkan selebihnya adalah tambahan, yaitu pasal 3-42:6. Begitu juga
dengan LaSor yang berpendapat demikian bahwa bagian pembuka dan penutup berasal
dari zaman kuno. Pasal 3-42:6 bisa saja ditambahkan oleh seorang penyair Yahudi
di masa yang kemudian. LaSor juga berpendapat bahwa yang juga menulis kitab ini
ialah seorang Israel. Ini dapat dibandingkan dengan pandangan penulis tentang
kuasa Allah, seruannya akan keadilan Allah dan etikanya yang tak dapat
disalahkan (Ayub 31:1-40).
Namun yang
menjadi pertanyaannya siapakah orang Israel yang menulis kitab ini? Jika
dilihat lebih jauh maka tentunya orang Israel yang dimaksudkan disini adalah
orang-orang bijak. Menurut Etienne Charpentier orang bijak ialah orang yang
berusaha untuk menjalani hidup dengan baik dan menemukan dalam keberadaannya dan
keberadaan dunia hal-hal yang memperkaya kehidupan dan hal-hal yang menyebabkan
kematian. Orang bijak merenungkan pertanyaan-pertanyaan manusia yang besar:
hidup, mati, kasih, penderitaan, kejahatan. Apakah keberadaan manusia mempunyai
arti? Arti apakah itu? Setiap orang mempunyai falsafahnya sendiri sesuai dengan
tingkatannya. Orang-orang bijak di Israel bisa saja seorang Raja, karena ia
yang bertanggung jawab untuk memerintah bangsanya dan melihat apa yang baik dan
apa yang tidak baik untuk mereka. Ia dianggap sebagai orang yang mengambil
bagian dalam hikmat ilahi. Kemudian ada juga ahli-ahli Taurat adalah
orang-orang bijak yang pertama, dan dengan dukungan ini mereka beruntung
sehingga mempunyai kuasa. Ada juga orang-orang bijak yang hidup sesudah masa
pembuangan yang merupakan ahli waris dari aliran ini. Sesudah belajar untuk
merenungkan dan menulis, mereka menghasilkan hikmat yaitu hikmat manusiawi,
tetapi pada saat yang sama mereka melihat hal ini sebagai pemberian dari Allah,
satu-satunya Yang Bijaksana.
Berdasarkan
beberapa pandangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penulis kitab ini
adalah orang-orang bijak yang hidup sesudah masa
pembuangan di Babel tanpa diketahui namanya, karena mereka ingin mengambil
refleksi yang telah terjadi di Israel. Selama mereka ada, mereka mencari arti
hidup mereka, merenungkan persoalan-persoalan besar.
2. Waktu
Penulisan
Baik para rabi
dahulu maupun para ahli modern tidak sepakat mengenai penulisan kitab Ayub.
Pada umumnya para ahli menganggap bagian-bagian puisi Kitab Ayub berasal dari
waktu yang lebih kemudian. Kemiripan Kitab Ayub dengan Kitab Yeremia (bnd. Ayub
3:3-26 dengan Yeremia 20:14-18), dengan paroan akhir Kitab Yesaya (terutama
nyanyian hamba Tuhan yang menderita Yesaya 52:13 – 53;12), dengan Mazmur 8
(bnd. Ayub 7:17,18 dengan Mzm 8:6,7), dan dengan Amsal 8 (bnd. Ayub 15:7,8
dengan Ams 8:22,25) semuanya menunjuk pada abad ke-7 sM atau sesudahnya.
Beberapa
sumber, seperti LaSor dan Blommendaal memiliki pendapatnya masing-masing. LaSor
mengambil kesimpulan bahwa kitab Ayub diselesaikan antara tahun 700 dan 600 sM
sedangkan Blommendaal mengambil kesimpulan bahwa kitab Ayub ditulis antara
tahun 400-300 sM. Dari kedua pendapat tersebut dapat diambil suatu waktu antara
tahun 600 dan 400 sM, karena Waktu penulisan dari kitab ini pada umumnya
diterima adalah antara tahun tersebut. Tapi jika dikaitkan dengan penjelasan
tentang siapa penulis yang diambil kesimpulan adalah orang bijak Israel sesudah
masa pembuangan di Babel, maka kitab ini ditulis pada waktu Israel berada di
bawah dominasi Persia, yaitu tahun 538 – 333 SM. Dari beberapa penjelasan
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa waktu penulisan kitab ini yang paling
masuk akal ialah pada waktu Israel di bawah periode Persia antara tahun 538-333
SM, karena pada waktu itulah para penulis mengambil semua refleksi yang ada
pada bangsa Israel dan sesudah masa persiapan yang panjang, disusunlah
karya-karya besar seperti kitab Ayub ini.
3. Mengapa
Ditulis
Dengan
mononjolkan tokoh Ayub, penulis mau menyatakan bahwa kepercayaan orang Yehuda
selama ini tidaklah selalu benar, sebab kenyataan dalam hidup sehari-hari ialah
bahwa orang-orang benar yang selalu hidup menurut kehendak Allah, namun
demikian mereka menderita.
4. Maksud
Penulisan
Kitab Ayub
berbicara tentang penyebab penderitaan manusia dan peran Tuhan dalam
penderitaan ini. Ayub sebagai pemeran utama dalam cerita ini digambarkan
sebagai orang yang saleh dan jujur. Ia percaya kepada Tuhan dan diberkati dengan
anak yang banyak, kesehatan dan kekayaan. Namun, ketika Ayub kehilangan
semuanya dan sangat menderita, kitab ini memusatkan perhatian terhadap
pertanyaan: Mengapa seorang yang saleh dan setia seperti Ayub harus menderita?
Tokoh-tokoh lainnya dalam cerita ini mencoba menjawab pertanyaan seperti itu.
Apakah semua penderitaan disebabkan oleh dosa manusia? Apakah Tuhan meyebabkan
manusia menderita? Mengapa? Kitab Ayub mengajak para pembaca menggumuli
pertanyaan-pertanyaan klasik ini bersama tokoh yang ada di dalamnya. Akhirnya
kesimpulan yang ada bahwa kuasa dan cara Tuhan yang penuh rahasia itu
kadang-kadang berada di luar jangkauan pengertian manusia. Namun, kehadiran
Tuhan pada waktu menderita dapat memberi kekuatan untuk melanjutkan hidup dan
menghadapi masa depan. Ini juga menjadi pembelajaran bagi umat Israel pada
waktu kembali dari pembuangan.
5. Tempat
Penulisan
Kemungkinan besar kitab Ayub
ditulis di Yerusalem, karena di situ merupakan pusat pencarian dan pengajaran
hikmat, pertama-tama bagi umat Israel sendiri. Ini juga dapat diperjelas dengan
nubuatan yang jelas dari Yesaya 33:6 “kekayaan yang menyelamatkan ialah hikmat
dan pengetahuan; takut akan Tuhan, itulah harta benda Sion”.
6. Situasi
- Spiritual
Sesudah kembali
dari pembuangan bangsa Israel, Koresy memerintahkan untuk membangun kembali
Bait Suci, lalu mengembalikan perlengkapan rumah Tuhan. Agaknya lahan tempat
letak Bait Suci terdahulu dibersihkan dari segala reruntuhan, di situlah
didirikan sebuah mezbah dan pembangunan dasar bangunan dimulai. Para imam mulai
mengorganisasikan bangsanya. Mereka benar-benar menjadi pemimpin keagamaan.
Walaupun mereka bebas beribadat sesuai dengan keinginan mereka, namun negeri
mereka tetap berada di bawah penguasaan Persia.
- Ekonomi
Sejak pulangnya bangsa Israel
dari pembuangan di Babel, itu sama sekali bukan zaman kemakmuran dan
kesejahteraan besar. Israel adalah daerah bawahan dari Persia, yang harus
membayar upeti. Ekonominya jauh dari yang memuaskan. Perekonomian bangsa Israel
bisa juga dilihat dari tersendatnya pembangunan kembali Bait Suci karena
kekurangan dana.
- Sosial
Setelah kembali dari pembuangan,
bangsa Israel mulai membangun komunitasnya, tapi mengalami ketegangan dengan
orang-orang Samaria yang melihat dengan penuh rasa curiga kepada bekas pemilik
tanah yang datang kembali ke negerinya untuk menetap. Mereka ingin membantu
dalam membangun Bait Allah tapi orang-orang Yahudi menolak tawaran tersebut
sebab menganggap agama orang-orang Samaria tidak murni lagi. Namun
tidak semua bangsa Israel kembali ke tanah air mereka. Sebagian dari mereka
tetap tinggal di daerah-daerah yang diperintah oleh Persia atau pindah ke
kota-kota besar lainnya di Timur Laut Tengah. Banyak juga orang Yahudi yang tetap
tinggal di Babel dan membentuk satu masyarakat di sana.
- Budaya
Budaya juga dapat dilihat dari
bahasa yang digunakan, yaitu bahasa Aram sebagai bahasa pengantar. Bahasa Aram
yang dekat dengan bahasa Ibrani, adalah bahasa internasional di kerajaan Persia
untuk dunia perdagangan dan diplomasi. Bahasa Aram juga diberlakukan sebagai
bahasa pergaulan umum. Ini berpengaruh pada bangsa Israel karena di dominasi
oleh kerajaan Persia.
- Politik
Keadaan politik pada waktu
mengharuskan bangsa Yehuda membayar upeti kepada bangsa Persia, karena mereka
merupakan bagian daripara daerah kekuasaan Persia. Imam juga bukan saja menjadi
pemimpin keagamaan, tetapi juga mereka menjadi pemimpin politik bangsa pada
waktu itu.
LATAR BELAKANG NASKAH
Ayub pasal
32:1-22, Menurut pembagian Alkitab yang dibagi dalam 4 bagian (pasal 1-3, pasal
4-31, pasal 32-37, dan pasal 38-42), termasuk pada bagian yang keempat yaitu
pasal 32-37 yang menjelaskan Elihu, kawan yang keempat, muncul dengan
mengatakan bahwa selain Allah bisa memberi penderitaan, agar orang yang berdosa
itu bertobat, maka Allah juga bisa memberi penderitaan kepada orang saleh untuk
mencobai mereka.
Menurut David
Atkinson, Kitab Ayub dibaginya dalam tiga bagian, yaitu: bagian pertama pasal
1-2 sebagai prolog; bagian kedua, yaitu dari pasal 3:1-42:6, berarti
termasuk pasal 32:1-22 yang strukturnya berbentuk sajak panjang, dan
menceritakan bagaimana Ayub dan sahabat-sahabatnya berdebat untuk mengerti
keadaan Ayub; dan pada akhirnya Ayub mengindahkan suara Allah; dan bagian
ketiga yaitu pasal 42:7-14 sebagai epilog dalam bentuk prosa, mengakhiri cerita
Ayub dengan makna khusus.
Dengan pendapat
di atas, kelompok setuju dengan pendapat David Atkinson, bahwa kitab Ayub ini
dibagi dalam 3 bagian dan pasal 32:1-22 termasuk pada bagian yang kedua, dengan
melihat keterkaitan antara bagian pasal ini dengan pasal-pasal sebelumnya.
Keterkaitannya dapat dilihat pada kata pertama dalam bagian ini yaitu maka
ketiga orang itu....., menjelaskan keberhubungan cerita dalam pasal ini
dengan pasal sebelumnya.
Percakapan
antara Ayub dengan ketiga temannya (Elifas, Bildad dan Zofar) dalam pasal 4-31
dengan tuduhan-tuduhan mereka kepada Ayub karena kesengsaraannya itu yang
kemudian di bantah Ayub dengan pembelaan dirinya, sampai pasal 31 menyebabkan
ketiga temannya itu menghentikan sanggahan mereka.
Elihu yang juga
adalah teman Ayub juga berada disitu ketika mereka sedang mengadakan
percakapan. Sebelumnya Elihu tidak mengeluarkan pendapatnya tentang keadaan
Ayub, tapi kemudian dalam bagian ini Elihu tampil dan turut serta dalam
percakapan mereka. Elihu menunggu demi menghormati yang lebih tua (32:4).
Ada
penafsir-penafsir yang menganggap pasal 32-37 ini adalah sebagai tambahan, yang
ditambahkan kemudian setelah bagian terbesar peristiwa itu dituliskan. Cara
pendekatan pasal 32-37 dikatakan berbeda dari bagian sebelumnya. Bahwa Elihu
tidak disinggung pada awal percakapan , ia juga tidak disinggung dalam pasal
42, bagian terakhir drama ini. Tetapi pendapat ini banyak tidak disetujui oleh
para penafsir lain.
TAFSIRAN
1. Membaca
secara Cermat Ayub pasal 32:1-22
2. Kata-Kata
Kunci
a. Marah
b. Sanggahan
c. Usia
d. Hikmat
Bagian ini tidak hanya
menggunakan satu bentuk paralelismus, misalnya ayat 4 menggunakan Parelelismus
Sintesis (baris kedua menguatkan baris pertama), dan ayat 9 menggunakan
Parelelismus Sinonim (2 ungkapan yang sejajar).
3. Pokok-Pokok
Pikiran
a. 32:1 :
Elifas, Bildad dan Zofar menghentikan sanggahan mereka.
b. 32:2-5 : Elihu
marah
c. 32:6-15 : Perkataan
dengan hikmat dari Allah
d. 32:16-22 :
Semangat yang mendesak Elihu untuk mengungkapkan sanggahannya.
ISI TAFSIRAN
- Pasal 32:1 : Elifas, Bildad dan Zofar menghentikan
sanggahan mereka.
Maka ketiga orang itu
menghentikan sanggahan mereka terhadap Ayub, karena ia menganggap dirinya benar (1).
Kalimat Maka , merupakan kalimat yang
menyatakan hubungan dari pasal/ayat sebelumnya. Ketiga
teman Ayub yaitu Elifas, Bildad dan Zofar mereka yang memberi
pendapat tentang penderitaan yang dialami Ayub,menurut mereka Ayub melakukan
dosa dan kesalahan, terlihat pada percakapan mereka dalam bagian sebelumnya
(pasal 4-31), sehingga Ayub harus bertobat. Setelah Ayub memaparkan pembelaan
dirinya untuk terakhir kalinya, ketiga sahabat itu menghentikan sanggahan
mereka karena Ayub menganggap dirinya benar (dalam pasal 32).
- Pasal 32:2-5 : Elihu marah
Lalu marahlah Elihu bin
Barakheel, orang Bus, dari kaum Ram; ia marah terhadap Ayub, karena ia
menganggap dirinya lebih benar dari pada Allah dan ia juga marah terhadap
ketiga orang sahabat itu, karena mereka mempersalahkan
Ayub, meskipun tidak dapat memberikan sanggahan (2,3).
Seorang penasihat baru, Elihu,
diperkenalkan ke dalam narasi. Sebelumnya ia menahan diri untuk mengemukakan
pendapatnya karena ia lebih muda dari yang lain (ayat Ayub
32:4). Akan tetapi, Elihu percaya bahwa dirinya memiliki wawasan mengenai
penderitaan Ayub sehingga dapat menasihatkannya tentang sikap benar yang
seharusnya diambil di hadapan Allah. Perkataan Elihu berbeda dengan perkataan
tiga orang sebelumnya karena menekankan bahwa penderitaan dapat menjadi hukuman
Allah yang penuh belas kasihan untuk memperbaiki jiwa (Ayub
33:30) dan menghasilkan hubungan yang lebih intim dengan Allah (ayat Ayub
32:36:7-10).
Elihu marah kepada Ayub dengan
alasan bahwa Ayub menganggap dirinya lebih benar dari Allah. Alasan ungkapan
tersebut dapat kita lihat pada pasal 33:8-12. Juga Elihu marah kepada ketiga
orang sahabatnya itu dengan pandangan yang menurutnya salah. Meskipun dalam
bagian ini kemarahan Elihu belum diungkapkannya kepada ke-empat temannya itu.
Elihu menangguhkan
bicaranya dengan Ayub, karena mereka lebih tua dari pada dia (4).
Dalam BIS, Elihu orang yang paling muda di antara mereka, sebab ia menunggu
sampai semuanya selesai berbicara. Karena ia menghormati teman-temannya yang
lebih tua itu maka ia membiarkan mereka mengemukakan pendapat terlebih-dahulu.
Tetapi setelah dilihatnya,
bahwa mulut ketiga orang itu tidak memberi sanggahan, maka marahlah ia (5).
Elihu melihat ketiga temannya berhenti memberikan sanggahan kepada Ayub setelah
Ayub memberikan pembelaannya. Alasan juga kenapa Elihu marah yaitu karena
menurutnya teman-temannya itu tidak dapat menghibur Ayub, malahan hanya
menuduhnya.
- Pasal 32:6-15 : Perkataan dengan hikmat dari Allah
Lalu berbicaralah Elihu bin
Barakheel, orang Bus itu: "Aku masih muda dan kamu sudah berumur tinggi;
oleh sebab itu aku malu dan takut mengemukakan pendapatku kepadamu. Pikirku:
Biarlah yang sudah lanjut usianya berbicara, dan yang sudah banyak jumlah
tahunnya memaparkan hikmat (6,7).
Mulai ayat ini Elihu memberikan
suaranya. Ia turut serta dalam percakapan tersebut, tetapi ia memulainya dengan
kemarahan. Alasan dia menahan suaranya yaitu karena dia sadar bahwa disitu
dialah yang paling mudah. Pikirnya teman-temannya yang lebih tua itu lebih
berhikmat dari dirinya sehingga kata-kata mereka lebih bijak dari kata-katanya.
Dengan pemikirannya seperti itu karenanya dia malu dan takut untuk mengemukakan
pendapatnya. Juga menurut adat zamannya, sebagai orang muda ia harus
menghormati yang lebih tua.
Tetapi roh yang di dalam
manusia, dan nafas Yang Mahakuasa, itulah yang memberi kepadanya pengertian.
Bukan orang yang lanjut umurnya yang mempunyai hikmat, bukan orang yang sudah
tua yang mengerti keadilan (8,9). Selanjutnya bagi Elihu, ia
mengetahui bahwa sumber hikmat-kebijaksanaan dan pengetahuan hanya berasal dari
Allah dengan memberikan Roh-Nya kepada manusia. Dan hal itu diberikan Allah
bukan hanya kepada orang yang lanjut umurnya, bukan hanya kepada orang yang sudah
tua, tetapi dirinya juga yang mudah berhak untuk mendapat hikmat-kebijaksanaan
dan pengetahuan. Oleh sebab itu aku berkata: Dengarkanlah aku,
akupun akan mengemukakan pendapatku (10). Ungkapan ini juga merupakan bentuk
kemarahan Elihu, dan bahwa ia walaupun masih mudah berhak untuk memberikan
pendapatnya atas penderitaan yang diderita Ayub.
Ketahuilah, aku telah
menantikan kata-katamu, aku telah memperhatikan pemikiranmu, hingga kamu
menemukan kata-kata yang tepat. Kepadamulah kupusatkan perhatianku, tetapi
sesungguhnya, tiada seorangpun yang mengecam Ayub, tiada seorangpun di antara
kamu menyanggah perkataannya(11,12).
Dengan sabar Elihu mendengarkan
teman-temannya berbicara dan menanti teman-temannya mencari kata-kata yang
bijaksana supaya dapat menilai perkara Ayub itu. Elihu memperhatikan mereka
dengan seksama baik kata-kata ketiga temannya (Elifas, Bildad dan Zofar) maupun
kata-kata dari Ayub. Pembelaan dari Ayub tidak dapat disanggah oleh Elifas,
Bildad dan Zofar. Kesalahan dari Ayub tidak dapat mereka buktikan.
Jangan berkata sekarang:
Kami sudah mendapatkan hikmat; hanya Allah yang dapat mengalahkan dia, bukan
manusia (13). Ungkapan ini dikeluarkan Elihu sebab ia melihat
perbincangan ini telah menjadi pengadilan bagi Ayub atau lebih tepatnya peperangan
argumen antara Ayub dengan Elifas, Bildad dan Zofar. Dan Elihu, dapat dikatakan
mengungkapkan ini untuk menyadarkan Elifas, Bildad dan Zofar yang sebelumnya
menganggap diri mereka berhikmat, tapi kemudian tidak dapat menemukan kesalahan
dari Ayub. Elihu menjelaskan hanya Allah saja sumber hikmat dan hanya Allah
yang dapat menjawab penderitaan tersebut dan hanya Allah yang dapat mengalahkan
Ayub.
Perkataannya tidak tertuju
kepadaku, dan aku tidak akan menjawabnya dengan perkataanmu (14).
Dalam BIS, Kepadamulah Ayub berbicara, dan bukan kepadaku, tetapi aku tak akan
memberi jawaban seperti kamu. Dengan jelas dapat dilihat yang dimaksudkan Elihu
bahwa sanggahan-sanggahan atau pembelaan dari Ayub itu adalah balasan dari
tuduhan-tuduhan dari ketiga temannya kepada Ayub, dan apabila hal itu diberikan
kepada Elihu, dia tidak akan mengeluarkan kata-kata yang seperti Elifas, Bildad
dan Zofar ungkapkan. Karena mungkin menurut Elihu perkataan seperti itu tidak
dapat menghibur hati Ayub ataupun membantu menemukan jawaban dari penderitaan
Ayub, tapi malah hanya untuk menyudutkan Ayub dan mencari-cari kesalahannya.
Jawaban-jawaban dari Ayub tidak
dapat dibalas tepat oleh Elifas, Bildad dan Zofar, malahan mereka terdiam dan
bingung (lih.ayt 15), karena memang tak didapati mereka Ayub berbuat salah.
- Pasal 32:16-22 : Semangat yang mendesak Elihu
untuk mengungkapkan sanggahannya.
Sekali lagi perdebatan itu
dilihat dan diamati dengan seksama oleh Elihu. Elihu yang sebelumnya telah
sabar melihat perlakuan mereka, akhirnya tak tahankan diri untuk mengungkapkan
apa yang ada dalam dirinya dari apa yang diamat-amatinya itu. Dia tak dapat
menunggu terus-menerus sampai akhirnya mereka habis kata, hal ini terlihat
dalam ayat 17 dan 18, dengan jelas digambarkan Elihu dalam genggaman
pengekangan dari apa yang dirasakannya, yang kemudian tak dapat ditahannya.
Sesungguhnya, batinku
seperti anggur yang tidak mendapat jalan hawa, seperti kirbat baru yang akan
meletup (19). Dibandingkan dengan BIS: Jika aku diam saja, akan
pecahlah aku, seperti kantong yang penuh dengan anggur baru. Dengan sabar saja
ternyata membuat batin Elihu terkekang sehingga ia mengandaikannya dengan
kirbat yang akan pecah karena penuh untuk itu perlu untuk dikeluarkan. Kelegaan
akan didapati Elihu jika ia dapat memeberitahukan pendapat atau sanggahannya.
Mulutnya ingin mengeluarkan kata-katanya untuk mereka, tetapi kata-kata
tersebut bukan untuk membela atau mendukung salah satu dari mereka (lih.ayt
21). Hal ini dapat berarti apa yang ada dalam pikiran Elihu berbeda dengan apa
yang telah mereka ungkapkan. Dan Elihu yakin bahwa kebijaksanaan dari Allah
telah diberikan kepada dia untuk memberi jawaban dari penderitaan Ayub
tersebut.
POKOK-POKOK TEOLOGI:
- Orang muda
bukan berarti tidak dapat dipakai oleh Allah, dan usia muda tidak menjadi
halangan bagi manusia untuk menjadi bijaksana. Dan orang tua bukan berarti
telah penuh hikmat dan bijaksana.
- Allah adalah
sumber hikmat dan pengetahuan. Jadi hikmat-kebijaksanaan dan pengetahuan hanya
akan didapatkan dari Dia.
- Kesombongan,
keangkuhan, dan menganggap diri berpengetahuan atau lebih dari orang lain pada
akhirnya hanya akan mempermalukan diri sendiri.
LITERATUR
- Alkitab
Terjemahan Baru, Jakarta:LAI, 2008
- Alkitab Bahasa
Indonesia Sehari-hari
- LaSor,
W.S. Pengantar Perjanjian Lama 2 – Sastra dan
Nubuat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
- Groenen,
C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1992
- Atkonson
David, AYUB: Dalam Kasih Allah Rahasia Penderitaan, Tujuan, Dan
Kekuatannya Ditemukan. Jakarta: YKBK, 2002
- Tafsiran
Alkitab Masa Kini II
- http:www.bloger.co.id
- http://alkitab.sabda.org/bible.php?book=Ayb