Thursday, 24 May 2018

Tafsiran Ayub 32:1-22


LATAR BELAKANG KITAB
1.           Penulis
Inti dari kitab ini adalah puisi yang disusun bagaikan sebuah permata. Ayub tergolong jenis sastra Hikmat. Kitab ini tidak menyebut nama penulis. Pengarang Kitab Ayub bersembunyi tanpa nama di belakang karyanya. Namun dilihat dari isi kitab ini, penulis menguasai kebudayaan dan pengetahuan secara luas dan sangat terampil di bidang sastra. Rupa-rupanya cerita mengenai Ayub adalah suatu cerita yang kuno, kemudian seorang penulis memakai cerita ini untuk menjelaskan atau menyampaikan pikiran-pikirannya. Menurut Blommendaal, Ayub yang terdiri dari empat puluh dua pasal, ternyata bagian aslinya hanya pada pasal 1 dan pasal 2 dan pasal 42:7-17; sedangkan selebihnya adalah tambahan, yaitu pasal 3-42:6. Begitu juga dengan LaSor yang berpendapat demikian bahwa bagian pembuka dan penutup berasal dari zaman kuno. Pasal 3-42:6 bisa saja ditambahkan oleh seorang penyair Yahudi di masa yang kemudian. LaSor juga berpendapat bahwa yang juga menulis kitab ini ialah seorang Israel. Ini dapat dibandingkan dengan pandangan penulis tentang kuasa Allah, seruannya akan keadilan Allah dan etikanya yang tak dapat disalahkan (Ayub 31:1-40).
Namun yang menjadi pertanyaannya siapakah orang Israel yang menulis kitab ini? Jika dilihat lebih jauh maka tentunya orang Israel yang dimaksudkan disini adalah orang-orang bijak. Menurut Etienne Charpentier orang bijak ialah orang yang berusaha untuk menjalani hidup dengan baik dan menemukan dalam keberadaannya dan keberadaan dunia hal-hal yang memperkaya kehidupan dan hal-hal yang menyebabkan kematian. Orang bijak merenungkan pertanyaan-pertanyaan manusia yang besar: hidup, mati, kasih, penderitaan, kejahatan. Apakah keberadaan manusia mempunyai arti? Arti apakah itu? Setiap orang mempunyai falsafahnya sendiri sesuai dengan tingkatannya. Orang-orang bijak di Israel bisa saja seorang Raja, karena ia yang bertanggung jawab untuk memerintah bangsanya dan melihat apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk mereka. Ia dianggap sebagai orang yang mengambil bagian dalam hikmat ilahi. Kemudian ada juga ahli-ahli Taurat adalah orang-orang bijak yang pertama, dan dengan dukungan ini mereka beruntung sehingga mempunyai kuasa. Ada juga orang-orang bijak yang hidup sesudah masa pembuangan yang merupakan ahli waris dari aliran ini. Sesudah belajar untuk merenungkan dan menulis, mereka menghasilkan hikmat yaitu hikmat manusiawi, tetapi pada saat yang sama mereka melihat hal ini sebagai pemberian dari Allah, satu-satunya Yang Bijaksana.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penulis kitab ini adalah orang-orang bijak yang hidup sesudah masa pembuangan di Babel tanpa diketahui namanya, karena mereka ingin mengambil refleksi yang telah terjadi di Israel. Selama mereka ada, mereka mencari arti hidup mereka, merenungkan persoalan-persoalan besar.
2.            Waktu Penulisan
Baik para rabi dahulu maupun para ahli modern tidak sepakat mengenai penulisan kitab Ayub. Pada umumnya para ahli menganggap bagian-bagian puisi Kitab Ayub berasal dari waktu yang lebih kemudian. Kemiripan Kitab Ayub dengan Kitab Yeremia (bnd. Ayub 3:3-26 dengan Yeremia 20:14-18), dengan paroan akhir Kitab Yesaya (terutama nyanyian hamba Tuhan yang menderita Yesaya 52:13 – 53;12), dengan Mazmur 8 (bnd. Ayub 7:17,18 dengan Mzm 8:6,7), dan dengan Amsal 8 (bnd. Ayub 15:7,8 dengan Ams 8:22,25) semuanya menunjuk pada abad ke-7 sM atau sesudahnya.
                Beberapa sumber, seperti LaSor dan Blommendaal memiliki pendapatnya masing-masing. LaSor mengambil kesimpulan bahwa kitab Ayub diselesaikan antara tahun 700 dan 600 sM sedangkan Blommendaal mengambil kesimpulan bahwa kitab Ayub ditulis antara tahun 400-300 sM. Dari kedua pendapat tersebut dapat diambil suatu waktu antara tahun 600 dan 400 sM, karena Waktu penulisan dari kitab ini pada umumnya diterima adalah antara tahun tersebut. Tapi jika dikaitkan dengan penjelasan tentang siapa penulis yang diambil kesimpulan adalah orang bijak Israel sesudah masa pembuangan di Babel, maka kitab ini ditulis pada waktu Israel berada di bawah dominasi Persia, yaitu tahun 538 – 333 SM. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa waktu penulisan kitab ini yang paling masuk akal ialah pada waktu Israel di bawah periode Persia antara tahun 538-333 SM, karena pada waktu itulah para penulis mengambil semua refleksi yang ada pada bangsa Israel dan sesudah masa persiapan yang panjang, disusunlah karya-karya besar seperti kitab Ayub ini.

3.            Mengapa Ditulis
Dengan mononjolkan tokoh Ayub, penulis mau menyatakan bahwa kepercayaan orang Yehuda selama ini tidaklah selalu benar, sebab kenyataan dalam hidup sehari-hari ialah bahwa orang-orang benar yang selalu hidup menurut kehendak Allah, namun demikian mereka menderita.

4.                  Maksud Penulisan
Kitab Ayub berbicara tentang penyebab penderitaan manusia dan peran Tuhan dalam penderitaan ini. Ayub sebagai pemeran utama dalam cerita ini digambarkan sebagai orang yang saleh dan jujur. Ia percaya kepada Tuhan dan diberkati dengan anak yang banyak, kesehatan dan kekayaan. Namun, ketika Ayub kehilangan semuanya dan sangat menderita, kitab ini memusatkan perhatian terhadap pertanyaan: Mengapa seorang yang saleh dan setia seperti Ayub harus menderita? Tokoh-tokoh lainnya dalam cerita ini mencoba menjawab pertanyaan seperti itu. Apakah semua penderitaan disebabkan oleh dosa manusia? Apakah Tuhan meyebabkan manusia menderita? Mengapa? Kitab Ayub mengajak para pembaca menggumuli pertanyaan-pertanyaan klasik ini bersama tokoh yang ada di dalamnya. Akhirnya kesimpulan yang ada bahwa kuasa dan cara Tuhan yang penuh rahasia itu kadang-kadang berada di luar jangkauan pengertian manusia. Namun, kehadiran Tuhan pada waktu menderita dapat memberi kekuatan untuk melanjutkan hidup dan menghadapi masa depan. Ini juga menjadi pembelajaran bagi umat Israel pada waktu kembali dari pembuangan.

5.                  Tempat Penulisan
Kemungkinan besar kitab Ayub ditulis di Yerusalem, karena di situ merupakan pusat pencarian dan pengajaran hikmat, pertama-tama bagi umat Israel sendiri. Ini juga dapat diperjelas dengan nubuatan yang jelas dari Yesaya 33:6 “kekayaan yang menyelamatkan ialah hikmat dan pengetahuan; takut akan Tuhan, itulah harta benda Sion”.

6.                  Situasi
-        Spiritual
Sesudah kembali dari pembuangan bangsa Israel, Koresy memerintahkan untuk membangun kembali Bait Suci, lalu mengembalikan perlengkapan rumah Tuhan. Agaknya lahan tempat letak Bait Suci terdahulu dibersihkan dari segala reruntuhan, di situlah didirikan sebuah mezbah dan pembangunan dasar bangunan dimulai. Para imam mulai mengorganisasikan bangsanya. Mereka benar-benar menjadi pemimpin keagamaan. Walaupun mereka bebas beribadat sesuai dengan keinginan mereka, namun negeri mereka tetap berada di bawah penguasaan Persia.

-        Ekonomi
Sejak pulangnya bangsa Israel dari pembuangan di Babel, itu sama sekali bukan zaman kemakmuran dan kesejahteraan besar. Israel adalah daerah bawahan dari Persia, yang harus membayar upeti. Ekonominya jauh dari yang memuaskan. Perekonomian bangsa Israel bisa juga dilihat dari tersendatnya pembangunan kembali Bait Suci karena kekurangan dana.
-        Sosial
Setelah kembali dari pembuangan, bangsa Israel mulai membangun komunitasnya, tapi mengalami ketegangan dengan orang-orang Samaria yang melihat dengan penuh rasa curiga kepada bekas pemilik tanah yang datang kembali ke negerinya untuk menetap. Mereka ingin membantu dalam membangun Bait Allah tapi orang-orang Yahudi menolak tawaran tersebut sebab menganggap agama orang-orang Samaria tidak murni lagi.  Namun tidak semua bangsa Israel kembali ke tanah air mereka. Sebagian dari mereka tetap tinggal di daerah-daerah yang diperintah oleh Persia atau pindah ke kota-kota besar lainnya di Timur Laut Tengah. Banyak juga orang Yahudi yang tetap tinggal di Babel dan membentuk satu masyarakat di sana.
-        Budaya
Budaya juga dapat dilihat dari bahasa yang digunakan, yaitu bahasa Aram sebagai bahasa pengantar. Bahasa Aram yang dekat dengan bahasa Ibrani, adalah bahasa internasional di kerajaan Persia untuk dunia perdagangan dan diplomasi. Bahasa Aram juga diberlakukan sebagai bahasa pergaulan umum. Ini berpengaruh pada bangsa Israel karena di dominasi oleh kerajaan Persia.
-        Politik
Keadaan politik pada waktu mengharuskan bangsa Yehuda membayar upeti kepada bangsa Persia, karena mereka merupakan bagian daripara daerah kekuasaan Persia. Imam juga bukan saja menjadi pemimpin keagamaan, tetapi juga mereka menjadi pemimpin politik bangsa pada waktu itu.




LATAR BELAKANG NASKAH
Ayub pasal 32:1-22, Menurut pembagian Alkitab yang dibagi dalam 4 bagian (pasal 1-3, pasal 4-31, pasal 32-37, dan pasal 38-42), termasuk pada bagian yang keempat yaitu pasal 32-37 yang menjelaskan Elihu, kawan yang keempat, muncul dengan mengatakan bahwa selain Allah bisa memberi penderitaan, agar orang yang berdosa itu bertobat, maka Allah juga bisa memberi penderitaan kepada orang saleh untuk mencobai mereka.
Menurut David Atkinson, Kitab Ayub dibaginya dalam tiga bagian, yaitu: bagian pertama pasal 1-2 sebagai prolog;  bagian kedua, yaitu dari pasal 3:1-42:6, berarti termasuk pasal 32:1-22 yang strukturnya berbentuk sajak panjang, dan menceritakan bagaimana Ayub dan sahabat-sahabatnya berdebat untuk mengerti keadaan Ayub; dan pada akhirnya Ayub mengindahkan suara Allah; dan bagian ketiga yaitu pasal 42:7-14 sebagai epilog dalam bentuk prosa, mengakhiri cerita Ayub dengan makna khusus.
Dengan pendapat di atas, kelompok setuju dengan pendapat David Atkinson, bahwa kitab Ayub ini dibagi dalam 3 bagian dan pasal 32:1-22 termasuk pada bagian yang kedua, dengan melihat keterkaitan antara bagian pasal ini dengan pasal-pasal sebelumnya. Keterkaitannya dapat dilihat pada kata pertama dalam bagian ini yaitu maka ketiga orang itu....., menjelaskan keberhubungan cerita dalam pasal ini dengan pasal sebelumnya.
Percakapan antara Ayub dengan ketiga temannya (Elifas, Bildad dan Zofar) dalam pasal 4-31 dengan tuduhan-tuduhan mereka kepada Ayub karena kesengsaraannya itu yang kemudian di bantah Ayub dengan pembelaan dirinya, sampai pasal 31 menyebabkan ketiga temannya itu menghentikan sanggahan mereka.
Elihu yang juga adalah teman Ayub juga berada disitu ketika mereka sedang mengadakan percakapan. Sebelumnya Elihu tidak mengeluarkan pendapatnya tentang keadaan Ayub, tapi kemudian dalam bagian ini Elihu tampil dan turut serta dalam percakapan mereka. Elihu menunggu demi menghormati yang lebih tua (32:4).
Ada penafsir-penafsir yang menganggap pasal 32-37 ini adalah sebagai tambahan, yang ditambahkan kemudian setelah bagian terbesar peristiwa itu dituliskan. Cara pendekatan pasal 32-37 dikatakan berbeda dari bagian sebelumnya. Bahwa Elihu tidak disinggung pada awal percakapan , ia juga tidak disinggung dalam pasal 42, bagian terakhir drama ini. Tetapi pendapat ini banyak tidak disetujui oleh para penafsir lain.

TAFSIRAN
1.      Membaca secara Cermat Ayub pasal 32:1-22
2.      Kata-Kata Kunci
a.      Marah
b.      Sanggahan
c.      Usia
d.      Hikmat
Bagian ini tidak hanya menggunakan satu bentuk paralelismus, misalnya ayat 4 menggunakan Parelelismus Sintesis (baris kedua menguatkan baris pertama), dan ayat 9 menggunakan Parelelismus Sinonim (2 ungkapan yang sejajar).

3.      Pokok-Pokok Pikiran
a.      32:1                 : Elifas, Bildad dan Zofar menghentikan sanggahan mereka.
b.      32:2-5              : Elihu marah
c.       32:6-15            : Perkataan dengan hikmat dari Allah
d.      32:16-22          : Semangat yang mendesak Elihu untuk mengungkapkan sanggahannya.

ISI TAFSIRAN
  1. Pasal 32:1 : Elifas, Bildad dan Zofar menghentikan sanggahan mereka.
Maka ketiga orang itu menghentikan sanggahan mereka terhadap Ayub, karena ia menganggap dirinya benar (1). Kalimat Maka , merupakan kalimat yang menyatakan  hubungan dari pasal/ayat sebelumnya.  Ketiga teman Ayub yaitu Elifas, Bildad dan Zofar mereka  yang memberi pendapat tentang penderitaan yang dialami Ayub,menurut mereka Ayub melakukan dosa dan kesalahan, terlihat pada percakapan mereka dalam bagian sebelumnya (pasal 4-31), sehingga Ayub harus bertobat. Setelah Ayub memaparkan pembelaan dirinya untuk terakhir kalinya, ketiga sahabat itu menghentikan sanggahan mereka karena Ayub menganggap dirinya benar (dalam pasal 32).

  1. Pasal 32:2-5 : Elihu marah
Lalu marahlah Elihu bin Barakheel, orang Bus, dari kaum Ram; ia marah terhadap Ayub, karena ia menganggap dirinya lebih benar dari pada Allah dan ia juga marah terhadap ketiga orang sahabat  itu, karena mereka mempersalahkan Ayub, meskipun tidak dapat memberikan sanggahan (2,3).
Seorang penasihat baru, Elihu, diperkenalkan ke dalam narasi. Sebelumnya ia menahan diri untuk mengemukakan pendapatnya karena ia lebih muda dari yang lain (ayat Ayub 32:4). Akan tetapi, Elihu percaya bahwa dirinya memiliki wawasan mengenai penderitaan Ayub sehingga dapat menasihatkannya tentang sikap benar yang seharusnya diambil di hadapan Allah. Perkataan Elihu berbeda dengan perkataan tiga orang sebelumnya karena menekankan bahwa penderitaan dapat menjadi hukuman Allah yang penuh belas kasihan untuk memperbaiki jiwa (Ayub 33:30) dan menghasilkan hubungan yang lebih intim dengan Allah (ayat Ayub 32:36:7-10).
Elihu marah kepada Ayub dengan alasan bahwa Ayub menganggap dirinya lebih benar dari Allah. Alasan ungkapan tersebut dapat kita lihat pada pasal 33:8-12. Juga Elihu marah kepada ketiga orang sahabatnya itu dengan pandangan yang menurutnya salah. Meskipun dalam bagian ini kemarahan Elihu belum diungkapkannya kepada ke-empat temannya itu.
Elihu menangguhkan bicaranya dengan Ayub, karena mereka lebih tua dari pada dia (4). Dalam BIS, Elihu orang yang paling muda di antara mereka, sebab ia menunggu sampai semuanya selesai berbicara. Karena ia menghormati teman-temannya yang lebih tua itu maka ia membiarkan mereka mengemukakan pendapat terlebih-dahulu.
Tetapi setelah dilihatnya, bahwa mulut ketiga orang itu tidak memberi sanggahan, maka marahlah ia (5). Elihu melihat ketiga temannya berhenti memberikan sanggahan kepada Ayub setelah Ayub memberikan pembelaannya. Alasan juga kenapa Elihu marah yaitu karena menurutnya teman-temannya itu tidak dapat menghibur Ayub, malahan hanya menuduhnya.

  1. Pasal 32:6-15 : Perkataan dengan hikmat dari Allah
Lalu berbicaralah Elihu bin Barakheel, orang Bus itu: "Aku masih muda dan kamu sudah berumur tinggi; oleh sebab itu aku malu dan takut mengemukakan pendapatku kepadamu. Pikirku: Biarlah yang sudah lanjut usianya berbicara, dan yang sudah banyak jumlah tahunnya memaparkan hikmat (6,7).
Mulai ayat ini Elihu memberikan suaranya. Ia turut serta dalam percakapan tersebut, tetapi ia memulainya dengan kemarahan. Alasan dia menahan suaranya yaitu karena dia sadar bahwa disitu dialah yang paling mudah. Pikirnya teman-temannya yang lebih tua itu lebih berhikmat dari dirinya sehingga kata-kata mereka lebih bijak dari kata-katanya. Dengan pemikirannya seperti itu karenanya dia malu dan takut untuk mengemukakan pendapatnya. Juga menurut adat zamannya, sebagai orang muda ia harus menghormati yang lebih tua.
Tetapi roh yang di dalam manusia, dan nafas Yang Mahakuasa, itulah yang memberi kepadanya pengertian. Bukan orang yang lanjut umurnya yang mempunyai hikmat, bukan orang yang sudah tua yang mengerti keadilan (8,9). Selanjutnya bagi Elihu, ia mengetahui bahwa sumber hikmat-kebijaksanaan dan pengetahuan hanya berasal dari Allah dengan memberikan Roh-Nya kepada manusia. Dan hal itu diberikan Allah bukan hanya kepada orang yang lanjut umurnya, bukan hanya kepada orang yang sudah tua, tetapi dirinya juga yang mudah berhak untuk mendapat hikmat-kebijaksanaan dan pengetahuan.  Oleh sebab itu aku berkata: Dengarkanlah aku, akupun akan mengemukakan pendapatku (10). Ungkapan ini juga merupakan bentuk kemarahan Elihu, dan bahwa ia walaupun masih mudah berhak untuk memberikan pendapatnya atas penderitaan yang diderita Ayub.
Ketahuilah, aku telah menantikan kata-katamu, aku telah memperhatikan pemikiranmu, hingga kamu menemukan kata-kata yang tepat. Kepadamulah kupusatkan perhatianku, tetapi sesungguhnya, tiada seorangpun yang mengecam Ayub, tiada seorangpun di antara kamu menyanggah perkataannya(11,12).
Dengan sabar Elihu mendengarkan teman-temannya berbicara dan menanti teman-temannya mencari kata-kata yang bijaksana supaya dapat menilai perkara Ayub itu. Elihu memperhatikan mereka dengan seksama baik kata-kata ketiga temannya (Elifas, Bildad dan Zofar) maupun kata-kata dari Ayub. Pembelaan dari Ayub tidak dapat disanggah oleh Elifas, Bildad dan Zofar. Kesalahan dari Ayub tidak dapat mereka buktikan.
Jangan berkata sekarang: Kami sudah mendapatkan hikmat; hanya Allah yang dapat mengalahkan dia, bukan manusia (13). Ungkapan ini dikeluarkan Elihu sebab ia melihat perbincangan ini telah menjadi pengadilan bagi Ayub atau lebih tepatnya peperangan argumen antara Ayub dengan Elifas, Bildad dan Zofar. Dan Elihu, dapat dikatakan mengungkapkan ini untuk menyadarkan Elifas, Bildad dan Zofar yang sebelumnya menganggap diri mereka berhikmat, tapi kemudian tidak dapat menemukan kesalahan dari Ayub. Elihu menjelaskan hanya Allah saja sumber hikmat dan hanya Allah yang dapat menjawab penderitaan tersebut dan hanya Allah yang dapat mengalahkan Ayub.
Perkataannya tidak tertuju kepadaku, dan aku tidak akan menjawabnya dengan perkataanmu (14). Dalam BIS, Kepadamulah Ayub berbicara, dan bukan kepadaku, tetapi aku tak akan memberi jawaban seperti kamu. Dengan jelas dapat dilihat yang dimaksudkan Elihu bahwa sanggahan-sanggahan atau pembelaan dari Ayub itu adalah balasan dari tuduhan-tuduhan dari ketiga temannya kepada Ayub, dan apabila hal itu diberikan kepada Elihu, dia tidak akan mengeluarkan kata-kata yang seperti Elifas, Bildad dan Zofar ungkapkan. Karena mungkin menurut Elihu perkataan seperti itu tidak dapat menghibur hati Ayub ataupun membantu menemukan jawaban dari penderitaan Ayub, tapi malah hanya untuk menyudutkan Ayub dan mencari-cari kesalahannya.
Jawaban-jawaban dari Ayub tidak dapat dibalas tepat oleh Elifas, Bildad dan Zofar, malahan mereka terdiam dan bingung (lih.ayt 15), karena memang tak didapati mereka Ayub berbuat salah.

  1. Pasal 32:16-22 : Semangat yang mendesak Elihu untuk mengungkapkan sanggahannya.
Sekali lagi perdebatan itu dilihat dan diamati dengan seksama oleh Elihu. Elihu yang sebelumnya telah sabar melihat perlakuan mereka, akhirnya tak tahankan diri untuk mengungkapkan apa yang ada dalam dirinya dari apa yang diamat-amatinya itu. Dia tak dapat menunggu terus-menerus sampai akhirnya mereka habis kata, hal ini terlihat dalam ayat 17 dan 18, dengan jelas digambarkan Elihu dalam genggaman pengekangan dari apa yang dirasakannya, yang kemudian tak dapat ditahannya.
Sesungguhnya, batinku seperti anggur yang tidak mendapat jalan hawa, seperti kirbat baru yang akan meletup (19). Dibandingkan dengan BIS: Jika aku diam saja, akan pecahlah aku, seperti kantong yang penuh dengan anggur baru. Dengan sabar saja ternyata membuat batin Elihu terkekang sehingga ia mengandaikannya dengan kirbat yang akan pecah karena penuh untuk itu perlu untuk dikeluarkan. Kelegaan akan didapati Elihu jika ia dapat memeberitahukan pendapat atau sanggahannya. Mulutnya ingin mengeluarkan kata-katanya untuk mereka, tetapi kata-kata tersebut bukan untuk membela atau mendukung salah satu dari mereka (lih.ayt 21). Hal ini dapat berarti apa yang ada dalam pikiran Elihu berbeda dengan apa yang telah mereka ungkapkan. Dan Elihu yakin bahwa kebijaksanaan dari Allah telah diberikan kepada dia untuk memberi jawaban dari penderitaan Ayub tersebut.





POKOK-POKOK TEOLOGI:
-   Orang muda bukan berarti tidak dapat dipakai oleh Allah, dan usia muda tidak menjadi halangan bagi manusia untuk menjadi bijaksana. Dan orang tua bukan berarti telah penuh hikmat dan bijaksana.
-   Allah adalah sumber hikmat dan pengetahuan. Jadi hikmat-kebijaksanaan dan pengetahuan hanya akan didapatkan dari Dia.
-   Kesombongan, keangkuhan, dan menganggap diri berpengetahuan atau lebih dari orang lain pada akhirnya hanya akan mempermalukan diri sendiri.


LITERATUR
-   Alkitab Terjemahan Baru, Jakarta:LAI, 2008
-   Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari
-   LaSor, W.S. Pengantar Perjanjian Lama 2 – Sastra dan Nubuat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
-   Groenen, C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1992
-  Atkonson David, AYUB: Dalam Kasih Allah Rahasia Penderitaan, Tujuan, Dan Kekuatannya Ditemukan. Jakarta: YKBK, 2002
-   Tafsiran Alkitab Masa Kini II
-   http:www.bloger.co.id
-   http://alkitab.sabda.org/bible.php?book=Ayb